Mengapa Segmentasi Fase Digunakan dalam Kurikulum Merdeka?

Mulai diimplementasikannya Kurikulum Merdeka di banyak satuan pendidikan, memunculkan banyak istilah baru. istilah-istilah ini cukup sulit dipahami oleh praktisi pendidikan awam. Kendati ketika ditelusuri, makna dari beberapa istilah sesungguhnya sama dengan istilah lama dalam kurikulum 2013.

Misalnya, pada Kurikulum Merdeka kita mengenal istilah Capaian Pembelajaran. Makna atau esensi dari istilah ini sesungguhnya serupa dengan Kompetensi Inti dan atau Kompetensi Dasar.

Salah satu istilah yang benar-benar baru dalam Kurikulum Merdeka adalah Fase. Istilah ini mengusung konsep yang perlu dipahami dengan cermat oleh praktisi pendidikan.

Istilah Fase dalam Kurikulum Merdeka merujuk pada segmentasi atau pengelompokan peserta didik. Segmentasi tersebut didasarkan pada perkembangan mereka secara mental di setiap jenjang. Istilah ini kemudian menjadi satuan yang lebih kecil dari jenjang sekolah namun tidak lebih kecil dari tingkatan kelas.

Jika pada kurikulum sebelumnya, masyarakat lebih mengenal segmentasi kelas. Jenjang SD terdiri dari enam kelas, sementara itu jenjang SMP dan SMA masing-masing memiliki 3 tingkat kelas.

Kelas-kelas yang ada kemudian dikelompokkan kembali ke dalam bentuk Fase berdasarkan perkembangan mental peserta didik dengan rincian sebagai berikut.

  1. Fase Fondasi (setara Taman PAUD),
  2. Fase A (setara kelas 1 dan 2 SD),
  3. Fase B (setara kelas 3dan 4 SD),
  4. Fase C (setara kelas 5 dan 6 SD),
  5. Fase D (setara jenjang SMP, yakni kelas 7, 8, dan 9),
  6. Fase E (setara kelas 10 SMA), dan
  7. Fase F (setara kelas 11 dan 12 SMA).

Apa Gunanya Segmentasi Fase?

Pembelajaran di dalam Kurikulum Merdeka mengusung pepatah teaching at the right level. Di mana Capaian Pembelajaran beserta TP dan ATP yang disusun benar-benar disesuaikan dengan perkembangan mental peserta didik.

Dengan demikian, peserta didik mendapatkan kesempatan untuk belajar sesuai dengan kebutuhan, kecepatan serta gaya belajar mereka masing-masing. Demi memudahkan mereka dalam menguasai kompetensi yang telah terumuskan dalam Capaian Pembelajaran di akhir Fase.

Kendati demikian, peserta didik yang tinggal di fase yang sama tentu unik. Pencapaian kognitif mereka akan berbeda seiring berjalan waktu. Oleh karenanya dibutuhkan asesmen untuk kembali menentukan Fase.

Dalam sistem Fase, penilaian tetap dilakukan. Dan peserta didik tetap akan menghadapi ujian kenaikan kelas setiap akhir tahun, serta mendapatkan laporan perkembangan di setiap akhir semester.

Menariknya peserta didik yang tidak mampu menuntaskan tugasnya di satu Fase, tidak akan dibebankan tugas untuk mengulang. Melainkan, mereka akan diberikan treatment yang berbeda untuk mencapai Tujuan Pembelajaran yang sama dengan peserta didik yang lain.

Jadi dalam satu tingkat kelas yang sama, muncul kemungkinan diduduki oleh peserta didik dengan Fase pembelajaran yang berbeda. Bahkan, satu peserta didik bisa jadi mencapai fase yang berbeda di setiap mata pelajaran yang diberikan.

Penggunaan Fase di dalam Kurikulum Merdeka merupakan langkah yang brilian. Pembelajaran dan pendidikan memang sepatutnya perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan mental peserta didik. Terlebih Kurikulum Merdeka menekankan pada pemahaman tentang konsep esensial, bukan materi teoritis yang sulit.

sumber gambar:

https://news.detik.com/berita/d-4956530/pemkot-medan-perpanjang-masa-belajar-di-rumah-bagi-siswa-hingga-29-mei

https://www.pexels.com/id-id/foto/anak-anak-yang-duduk-di-kursi-depan-meja-5212336/

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *